Rabu, 24 Maret 2010

TITIK KENDALI KRITIS

1. Titik Kendali Proses

Untuk menentukan titik kendali kritis, identifikasi titik kendali kritis ditentukan berdasarkan pohon keputusan titik kendali kritis. Pada tahap ini semua bahaya yang berpengaruh terhadap keamanan pembuatan agar-agar kertas harus diidentifikasi mulai dari pemilihan peralatan, pemilihan bahan baku, pebersihan, pemucatan, ekstraksi denga perebusan, penjedalan, pemotongan dan pengepresan, pengeringan, sortasi hingga pengemasan dan pendistribusian.

A. Pemilihan Peralatan
Peralatan yang diperlukan seperti peralatan pencucian, dan pemucatan rumput laut, perebusan dan penyaringan hasil ekstraksi, penjendelan, pemotongan, pembungkusan, dan pengepresan agar-agar, penjemuran dan pengepakan produk agar-agar kertas kering harus benar-benar steril dari bakteri penggangu maupun bahan kimia berbahaya.

B. Pemilihan bahan baku
Pada pemilihan bahan baku resiko yang mungkin timbul dari tahapan ini adalah bahan baku yang digunakan banyak mengandung kotoran (karang, jenis rumput laut lain, dsb). Pengendalian kritis dari pemilihan bahan baku adalah pemilihan yang sudah terjamin dari segi kualitasnya.

C. Pembersihan
Pada proses ini resiko yang ditumbulkan adalah tidak bersihnya dalam pencucian rumput laut yang dibersihkan, ini bisa disebabkan kerena kurang telitinya orang yang akan membersihkan rumput laut tersebut. Rumput laut harus benar-benar bersih seperti direndam didalam air selama 1 jam, diremas-remas sambil disortasi untuk memisahkan kotoran (pasir, karang, jenis rumput laut lain, dsb), kemudian dibilas sampi bersih.

D. Pemucatan
Pada proses ini resiko yang ditimbulkan dapat berupa masih tertinggalnya larutan kapur sebagai bahan pemucatan pada waktu pembersihan setelah rumput laut direndam pada larutan kapur. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah setelah direndam Rumput laut kemudian dicuci sambil diremas-remas, dibilas dengan air bersih, ditiris dan dijemurdi di panas matahari sampai kering, lalu rumput laut direndam kembali dengan air bersih selama semalam, dicuci sambil daremas-remas dan dibilas sampai bau kapur dan larutan kapurnya benar-benar hilang.

E. Ekstraksi dengan perebusan
Pada proses ini resiko yang dapat ditumbulkan adalah tercemarnya bahan hasil ekstraksi akibat dari tercemarnya air yang digunakan untuk perebusan oleh bahan-bahan kimia berbahaya dan lain-lain. Dan juga masih adanya kotoran-kotoran halus pada hasil endapan karena penyaringan yang tidak sempurna. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah harus menggunakan air perebusan yang benar-benar steril dari bahan-bahan kimia berbahaya agar hasil ekstraksi yang dihasilkan menghasilkan produk mutu nomor 1 dan juga penyaringan yang benar-benar teliti agar tidak terdapat kotorang yang tersisa sedikitpun.

F. Penjendalan
Pada proses ini resiko yang mungkin terjadi adalah berlebihnya atau over dosisnya bahan penjendalan KCl ataupun KOH yang menyebabkan bahan tersebut terjadi pencemaran bahan kimia berbahaya. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah bahan penjedalan yang diberikan harus benar-benar teliti diberikan dan harus sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.

G. Pemotongan dan pengepresan
Pada proses ini resiko yangh mungkin terjadi adalah bah n baku tercemar yang disebabkan kurang sterilnya alat pemotong dan alat pengepresan baik dari bakteri pengganggu maupun bahan-bahan kimia berbaha. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah sebelum melakukan pemotongan dan pengepresan harus terlebih dahulu alat pemotongan disterilkan terlebih dahulu agar bahan baku bebas dari bakter dan bahan kimia berbahaya.

H. Pengeringan
Pada proses ini resiko yang dapat terjadi adalah masuknya kembali kotoran-kotoran seperi pasir akibat dijemur ditempat yang terbuka seperti dilapangan. Ini disebabkan oleh hembusan angin yang membuat pasir berterbangan kemana. Pengeringan juga harus benar-benar kering agar memperoleh mutu 1. pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengeringannya harus dilakukan ditempat-tempat yang aman dari masuknya kotoran pasir dan lain-lain yang juga cukup mendapat cahaya matahari agar benar-benar terhindar dari masuknya kembali kotoran-kotoran tersebut.

I. Sortasi dan pengemasan
Pada roses yang terkhir ini kemungkinan resiko yang terjadi adalah tercemarnya produk tadi dari penggunaan bahan pengemasan plastik yang berbahaya yangh bisa menyebabkan penyakit berbahaya seperti kangker. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan memilih bahan-bahan pengemasan plastik yang benar-benar aman untuk pengemasan.

2. Alur Proses



3. Decition Tree



4. Analisis Bahaya






Rabu, 17 Maret 2010

Analisis Bahaya Produk Agar-Agar Kertas

1. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya

Nama Produk
Agar-agar Kertas Rumput Laut

Deskripsi Produk
agar kertas merupakan salah satu bentuk pemanfaatan rumput laut. Teknologinya cukup sederhana dan tepat guna sehingga cocok untuk dikembangkan didaerah pedesaan, terutama disekitar pusat produksi rumput laut. Bahan baku yang digunakan untuk mengolah agar kertas biasanya adalah rumput laut jenis Gracilaria yang juga dikenal sebagai agar merah, yaitu jenis Gracilaria alam yang banyak dijumpai di Pantai Selatan P. Jawa dan Bali. Jenis rumput luat lain yang digunakan adalah rumput laut jenis Gracilaria dari hasil bididaya di tambak. Jenis rumput laut agar merah dapat di gunakan sendiri atau dicampur dengan Gracilaria tambak sendiri biasanya menghasilkan agar-agar yang lembek sehingga sulit dilakukan preparasi. Oleh karena itu, untuk memperkuat gel agar-agar yang terbentuk, Gracilaria tambak di campur dengan agar merah dengan perbandingan tertentu. pengolahan agar-agar kertas dari ekstrak rumput laut Glacillaria yang sudah lama berkembang menjadi salah satu usaha skala rumah tangga (small skill industry) secara turun-temurun di daerah Pameungpeuk-Garut-Jawa Barat

Tabel 1. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya



2. Analisa Resiko Bahaya

Nama Produk
Agar-agar Kertas Rumput Laut

Bahan Baku
Rumput laut jenis Gracilaria

Konsumen
Masyarakat umum sekitar tempat produksi (Garut) dan sudah dijual-jual hampir diseluruh daerah Jawa Barat dan Pulau Jawa.

Cara Penyimpanan
Agar-agar yang sudah selesai diproduksi disortasi untuk memisahkan yang rusak, sobek, dan kotor sekaligus dilakukan pengelompokan mutunya. Agar-agar kertas dikemas dalam kantong plastik, atau tergantung permintaan pasar.

Cara Distribusi
Agar-agar kertas yang sudah selesai proses pembuatannya dikemas dalam kantong plastik dan didistribusikan dengan menggunakan mobil yang menggunakan bak tertutup supaya agar-agar tersebut tidak terjadi kerusakan pada waktu pendisribusian.

Cara Mengkonsumsi
Tidak dikonsumsi karena hasil akhirnya adalah seperti kertas

Proses Pengolahan
Tahap 1 Pembersihan
Ada tiga perlakuan dalam tahap ini, yaitu perendaman, pencucian, dan sortasi. Rumput laut agar merah kering direndam dalam air bersih sekitar 2 jam, sedangkan untuk campuran agar merah dan Gracilaria tambak direndam 1 malam. Rumput laut diremas-remas sambil disortasi untuk memisahkan kotoran (pasir, karang, jenis rumput laut lain, dsb), kemudian dibilas sampi bersih.

Tahap 2 Pemucatan
Setelah pembersihan, dilakukan pemucatan dengan cara merendam rumput laut di dalam larutan kapur 0,5% selama 5-10 menit. Rumput laut kemudian dicuci sambil diremas-remas, dibilas dengan air bersih, ditiris dan dijemurdi di panas matahari sampai kering. Ketika dijemur tersebut terjadi proses pemucatan sehingga rumput laut menjadi lebih putih. Setelah itu, rumput laut direndam kembali dengan air bersih selama semalam, dicuci sambil daremas-remas dan dibilas sampai rumput laut/bau kapur.

Tahap 3 Ekstraksi dengan perebusan
Selanjutnya rumput laut diekstraksi. Ekstraksi agar merah dilakukan dalam dua tahap dengan direbus dengan air dengan total air perebusan sebanyak 20 kali berat rumput laut kering. Perebusan pertama dilakukan dengan air perebus 14 kali berat kering selama 2 jam (suhu 850-950C, pH 6-7) sambil diaduk. Hasil perebusan disaring dengan kain saring dan ampasnya diekstrak lagi selama 1,0 jam dengan air perebus 6 kali berat rumput laut kering. Hasil perebusan disaring, ampas dibuang, dan filtratnya dicampurkan ke filtat hasil penyaringan pertama. Campuran ini lalu diendapkan untuk memisahkan kotoran halus yang masih ada.
Ekstraksi rumput laut campuran dilakukan sekali dengan menggunakan air perebus sebanyak 12 kali berat kering campuran rumput laut. Ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 80-850 dan pH 4,5. Hasil perebusan lalu dan diendapkan.

Tahap 4 Penjendalan
Setelah pengendapan, dilakukan penjedelan dengan menambahkan bahan penjendalan (KCI atau KOH0 sambil dipanaskan selama 15 menit dan terus diaduk. Untuk hasil ekstraksi rumput laut agar merah digunakan bahan penjendal 2-3% KOH atau KCI, sedangkan hasil ekstraksi campuran rumput laut dengan 2,5% KCI. Hasilnya dituang ke dalam pan pencetak dan dibiarkan selama sampai agar-agar menjendal cukup keras.

Tahap 5 Pemotongan dan pengepresan
Kemudian agar-agar yang diperoleh diiris tipis dengan alat pemotong agar dengan ketebalan 8-10 mm. Tiap irisan dibungkus kain dan disusun dalam alat pengepres dan dilakukan pengepresan untuk mengeluarkan air dari agar-agar dengan beban pengepres ditambah secara bertahap. Pengepresan dihentikan jika lembaran agar-agar dudah cukup tipis. Jika agar-agar belum cukup tipis, pengepresan dilanjutkan dengan menambahkan beban secara bertahap.

Tahap 6 Pengeringan
Selanjutnya lembaran agar-agar hasil pengepresan yang sudah tipis tersebut dijemur di panas matahari sampai kering berikut kain pembungkusny. Selama penjemuran agar-agar dibalik-balik sampai agar benar-benar kering

Tahap 7 Sortasi dan pengemasan
Setelah kering benar, agar-agar dilepas satu persatu dari kain pembungkus. Agar-agar kering disortasi untuk memisahkan yang rusak, sobek, dan kotor sekaligus dilakukan pengelompokan mutunya. Agar-agar kertas dikemas dalam kantong plastik, atau tergantung permintaan pasar.


Tabel 2. Analisa Resiko Bahaya


Keterangan
1. Kelompok Bahaya
  • Bahaya A, Bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril. Kelompok beresiko antara lain bayi, lanjut usia, orang sakit atau orang dengan daya tahan tubuh rendah
  • Bahaya B, Produk yang mengandung bahan yang sensitive terhadap bahaya mikrobiologis;
  • Bahaya C, Proses yang tidak diikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba berbahaya;
  • Bahaya D, Produk yang terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan;
  • Bahaya E, Bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi;
  • Bahaya F, Bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

2. Kategori Bahaya

Kamis, 04 Maret 2010

Alur Proses Pembuatan Agar-Agar Kertas



Bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk mengolah agar kertas biasanya adalah rumput laut jenis Gracilaria yang juga dikenal sebagai agar merah, yaitu jenis Gracilaria alam yang banyak dijumpai di Pantai Selatan P. Jawa dan Bali. Jenis rumput luat lain yang digunakan adalah rumput laut jenis Gracilaria dari hasil bididaya di tambak. Jenis rumput laut agar merah dapat di gunakan sendiri atau dicampur dengan Gracilaria tambak sendiri biasanya menghasilkan agar-agar yang lembek sehingga sulit dilakukan preparasi. Oleh karena itu, untuk memperkuat gel agar-agar yang terbentuk, Gracilaria tambak di campur dengan agar merah dengan perbandingan tertentu. Ciri-ciri kedua jenis rumput laut ini sebagai berikut:
  1. Rumput laut agar merah berwarna tua sampai kehitaman, agak kusam, talus agak panjang, cukup kering tetapi agak lembab (kadar air sekitar 40%), biasanya banyak tercampur kotoran (pasir, garam, karang, kulit kerang, rumput laut lain, benda asing lain).
  2. Rumput Gracilaria tambak biasanya berwarna hijau gelap, kehijauan sampai keputih-putihan agak kusam, talus kecil dan panjang sehingga sering disebut bulu kambing, cukup kering (kasar) atau agak lembab, dan biasanya hanya sedikit tercampur kotoran (tanah, lumpur, pasir, benda asing lain).

Bahan pembantu
Bahan bantu utama yang diperlukan dalam pengolahan agar-agar kertas adalah:
  1. Air bersih untuk pencucian dan perebusan.
  2. Kapur tohor atau kapur bubuk (diperoleh dengan menambahkan air ke kapur gamping) untuk pemucatan rumput laut.
  3. Kalium khlorida (KCI) teknis untuk proses penjendalan agar-agar.
  4. Bahan bantu lain, misalnya bahan bakar (minyak, kayu) untuk perebusan.
Peralatan
Peralatan yang diperlukan juga cukup sederhana, yaitu peralatan untuk: perendaman, pencucian, dan pemucatan rumput laut, perebusan dan penyaringan hasil ekstraksi, penjendelan, pemotongan, pembungkusan, dan pengepresan agar-agar, penjemuran dan pengepakan produk agar-agar kertas kering.

Pembersihan
Ada tiga perlakuan dalam tahap ini, yaitu perendaman, pencucian, dan sortasi. Rumput laut agar merah kering direndam dalam air bersih sekitar 2 jam, sedangkan untuk campuran agar merah dan Gracilaria tambak direndam 1 malam. Rumput laut diremas-remas sambil disortasi untuk memisahkan kotoran (pasir, karang, jenis rumput laut lain, dsb), kemudian dibilas sampi bersih.

Pemucatan
Setelah pembersihan, dilakukan pemucatan dengan cara merendam rumput laut di dalam larutan kapur 0,5% selama 5-10 menit. Rumput laut kemudian dicuci sambil diremas-remas, dibilas dengan air bersih, ditiris dan dijemurdi di panas matahari sampai kering. Ketika dijemur tersebut terjadi proses pemucatan sehingga rumput laut menjadi lebih putih. Setelah itu, rumput laut direndam kembali dengan air bersih selama semalam, dicuci sambil daremas-remas dan dibilas sampai rumput laut/bau kapur.

Ekstraksi dengan perebusan
Selanjutnya rumput laut diekstraksi. Ekstraksi agar merah dilakukan dalam dua tahap dengan direbus dengan air dengan total air perebusan sebanyak 20 kali berat rumput laut kering. Perebusan pertama dilakukan dengan air perebus 14 kali berat kering selama 2 jam (suhu 850-950C, pH 6-7) sambil diaduk. Hasil perebusan disaring dengan kain saring dan ampasnya diekstrak lagi selama 1,0 jam dengan air perebus 6 kali berat rumput laut kering. Hasil perebusan disaring, ampas dibuang, dan filtratnya dicampurkan ke filtat hasil penyaringan pertama. Campuran ini lalu diendapkan untuk memisahkan kotoran halus yang masih ada. Ekstraksi rumput laut campuran dilakukan sekali dengan menggunakan air perebus sebanyak 12 kali berat kering campuran rumput laut. Ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 80-850 dan pH 4,5. Hasil perebusan lalu dan diendapkan.

Penjendalan
Setelah pengendapan, dilakukan penjedelan dengan menambahkan bahan penjendalan (KCI atau KOH0 sambil dipanaskan selama 15 menit dan terus diaduk. Untuk hasil ekstraksi rumput laut agar merah digunakan bahan penjendal 2-3% KOH atau KCI, sedangkan hasil ekstraksi campuran rumput laut dengan 2,5% KCI. Hasilnya dituang ke dalam pan pencetak dan dibiarkan selama sampai agar-agar menjendal cukup keras.

Pemotongan dan pengepresan
Kemudian agar-agar yang diperoleh diiris tipis dengan alat pemotong agar dengan ketebalan 8-10 mm. Tiap irisan dibungkus kain dan disusun dalam alat pengepres dan dilakukan pengepresan untuk mengeluarkan air dari agar-agar dengan beban pengepres ditambah secara bertahap. Pengepresan dihentikan jika lembaran agar-agar dudah cukup tipis. Jika agar-agar belum cukup tipis, pengepresan dilanjutkan dengan menambahkan beban secara bertahap.

Pengeringan
Selanjutnya lembaran agar-agar hasil pengepresan yang sudah tipis tersebut dijemur di panas matahari sampai kering berikut kain pembungkusny. Selama penjemuran agar-agar dibalik-balik sampai agar benar-benar keting.

Sortasi dan pengemasan
Setelah kering benar, agar-agar dilepas satu persatu dari kain pembungkus. Agar-agar kering disortasi untuk memisahkan yang rusak, sobek, dan kotor sekaligus dilakukan pengelompokan mutunya. Agar-agar kertas dikemas dalam kantong plastik, atau tergantung perinitaan pasar.

Produk akhir
Jumlah agar kertas yang diperoleh dari hasil pengolahan (rendemen) dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya mutu rumput laut yang digunakan. Dari hasil pengolahan rumput laut agar merah biasany dapat diperoleh rendemen 20-25% dari berat rumput laut.

Selasa, 27 Januari 2009

ARTIKEL

KE'ARIFAN ATJEH

KE’ARIFAN ATJEH

Menggali dan Memberdayakan Potensi Lokal Atjeh

Yang Berbasis Budaya dan Bernilai Ekonomis

 

 

“Sungguh’ Arief Sulthannya,

Sungguh Makmur Rakyatnya,

Sungguh Hijau-Sejuk ‘Alamnya,

Sungguh Banyak Potensi Lokalnya,

Aceh dimasa Perintah Daulah Syah’Alam”

 

 

            Bila kita perhatikan negara-negara maju seperti Cina, Jepang,dan korea, Berkembang maju di Bidang Ekonomi dan Ilmu Pengetahuan, salah satu faktor penentu adalah dengan menggali dan memberdayakan potensi-potensi leluhurnya (Boynah Endatu). Insya Allah Nanggroe Atjeh Darussalam akan makmur dan ramah lingkungan bila mengadopsi kembali budaya-budaya Endatu dan menyesuaikan dengan keadaan yang ada sekarang ini. Potensi-potensi lokal tersebut antara lain :

 

    I.        Potensi Gampong (Desa)

Gampong-gampong di NAD, pada masa lalu sangat mandiri dan makmur sehingga hampir setiap Gampong dapat melaksanakan rutinitas Adat dan Budaya dengan tidak membebani masyarakat gampong tersebut,bahkan memberi Hadiah-hadiah kepada para Hulu Balang, namun sekarang hampir setiap perbaikan sarana gampong, maka Geusyik beserta Aparat lainnya selalu mengajukan permohonan bantuan kepada Camat atau Bupati  “sungguh ironis”. Sesungguhnya, jika setiap gampong di Atjeh sudah mandiri  (Otonom), maka Instansi atau Pejabat Tingkat Atas

hanya melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan saja. Seperti beberapa desa di Bali yang dapat dijadikan tolak ukur dan perbandingan terbentuk dan berkembangnya Desa Mandiri. Ingatlah bahwa, tingkat keberhasilan suatu sistem otonomi yang benar “ Tidaklah diukur dari tingkat keberhasilan atau kemegahan pada Ibukota Propinsi atau Kabupaten semata, tetapi yang lebih penting adalah sejauh mana keberhasilan Otonomi dan Kemandirian Gampong dalam mengurus dan mensejahterakan rakyatnya dapat diwujudkan ”. sebab lebih 80% Penduduk Negeri ini berada di Gampong-gampong. Untuk itu, dalam rangka membangun Otonomi atau Kemandirian gampong, sangat perlu di lakukan Langkah-langkah antara lain sebagai berikut :

A    1)        Perlu segera dibuat qanun Pengadaan, Pemberdayaan dan    Pengawasan harta Kekayaan Gampong (Tanoh Meusara) yang bertujuan guna dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pembangunan Gampong dan Kesejahteraan Masyarakatnya.

2)          Diharapkan kepada Pemerintah Daerah untuk memberi bantuan, yang dianggarkan dari APBD TK I & TK II dan dana-dana lain kepada setiap Gampong guna menambah dan memberdayakan Harta Kekayaan Gampong sebagai dana yang bergulir, dan hasil dana tersebut dipergunakan untuk pembangunan sarana Gampong.

3)          Hasil dan pemanfaatan Harta Kekayaan Gampong yang dikelola oleh Aparat Gampong atau orang yang dipercayakan olehnya, harus dilapor dan dipertanggung jawabkan secara Berkala Kepada Pejabat Tingkat Atas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan sebagainya.

B                Gampong-Gampong di Atjeh pada dasarnya terdiri dari tiga “Sagoe” (segi). Yang potensi alam, Perizinan dan Pengawasannya, dikepalai oleh masing-masing Petua Adat, yakni “Sagoe Blang”

yang dikepalai oleh Petua / Kejurn Blang, “Sagoe Laot” yang dikepalai oleh Petua Laot, “Sagoe Glee” yang dikepalai oleh Peutua Sinebok.Selebihnya disebut Peukan (pasar) yang potensinya diketuai oleh peutua (Huria) adat peukan. Masing-masing peutua tersebut menurut Adat Atjeh dahulu sesuai dengan hak dan wewenang yang dimiliki masing-masing peutua, dapat memberikan kompensasi Hasil yang diperoleh Kepada masing-masing gampong  berdasarkan letak geografis dan Potensi Peutua Adat (misalnya zakat yang diperoleh dari hasil pertanian). Setidak-tidaknya dapat memberikan kompensasi positif bagi masyarakat gampong tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan Potensi Adat yang berlaku.Salah satu Adat Peutua Blang dan Sineubok yang sekarang tidak berfungsi lagi adalah, kewenangan untuk tidak memberi izin kepada setiap orang yang ingin mengalih fungsikan sawah atau gunung yang dapat mempersempit atau mengganggu Ekosistem areal sawah atau gunung tersebut. Misalnya seseorang jika hendak membeli sawah/ gunung harus dengan seizin PEUTUA. Dengan demikian sangat perlu dan mendesak dihidupkan kembali melalui Qanun secara maksimal hak, wewenang dan fungsi serta kewajiban Adat Peutua (Kejurn Blang), Peutua Sinebok, Peutua Peukan dan Pawang laot, guna membangun Otonomi dan kemandirian gampong untuk kesejahtraan masyarakatnya alangkah elok dan indahnya letak Topografi dan Geografis Nanggroe Atjeh jika gampong-gampongnya dikelilingi oleh sawah, bukit dan gunung serta laot yang terjaga keasriannya. Dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan mengembalikan Adat para Peutua secara penuh.

C.        Dalam rangka membina dan menampung serta memasarkan hasil-hasil Pertanian, Kerajinan dan lain-lain yang di hasilkan masyarakat gampong sangat perlu dibentuk Koprasi unit gampong, yang dahulu disebut “Syarikat Gampong”, disamping juga melatih dan memberdayakan masyarakat untuk dapat menghasilkan Produk-Produk yang berciri khas Atjeh (misalnya : Seni Tenun, Ukir, Kue-Kue Khas).

 

           II.  Potensi Pertanian dan Perikanan  

A. Di wilayah Barat Selatan Atjeh sangat perlu di kembangkan    produk - produk pertanian lokal (Peninggalan Endatu dahulu), sehingga diharapkan mudah dalam memasarkan karena produk tersebut banyak terdapat  di Atjeh dan jarang di daerah lain. Misalnya: Beras sigumpai (A.Barat),Beras tangsee (A.Pidie), Beras spesies Blang Bintang (A.Besar),beras spesies takengon (A.Tengah) Dll, demikian juga dengan Nilam, pala, lada, kemiri , pinang, kopi dan tanaman-tanaman khas Atjeh lainnya yang terdapat dalam kitab BUSTANUSSALATIN,karangan Syeh Nurudin Arraniry  (ada 50 jenis buah-buahan dan bunga-bunga khas yang tumbuh di bumi Atjeh) seperti: Boh kruet mameih (jeruk purut manis) U.mameh / U.mirah (jenis kelapa yang dapat dimakan dari sabut,batok sampai isinya dan rasanya lembut serta manis). Rambutan khas Atjeh, pineung tiba/pineung tengku malem (pinang yang kulitnya berwarna merah tua dan rasanya manis), keupula Atjeh (sejenis sawo manila),langsat,durian,buah tien (berwarna merah dan manis), boh jela,jira maneih,kasturi,boh gadong,rambee,boh tampu,dan sebagai nya.Demikian juga dengan jenis-jenis bunga species Atjeh yag beraneka ragam dan coraknya  seperti: seulanga puteih (daun, batang dan bunga nya berwarna putih),jeumpa puteh species Atjeh,bunga  Ie mawou (mawar putih,merah,ungu,dan merah jambu) bungong siyunyun (sejenis anggrek hutan), anggrek mas,canden,riwat Dll. Bunga bunga khas species Atjeh layak dan pantas ditanam di Bandara Sultan Iskandar Muda,situs-situs purbakala, Taman Ratu Safiatuddin, dan sebagai nya.

                   

               Dalam rangka  melestarikan tanaman-tanaman Boynah Endatu ini sangat perlu kerjasama semua pihak,terutama pemerintah kecamatan,dapat memberi himbauan kapada geusyik (kepala desa),agar mengamankan tanaman-tanaman khas species Atjeh,kemudian camat berkoordinasi dengan kantor (Dinas) pertanian setempat untuk  melakukan pembibitan dan pembudidayaan.

              Demikian juga perlu diteliti dan dikembangkan lebih jauh tentang sistim “Kenenoung” atau sistim penanaman khas Atjeh yang berdasarkan ilmu falak atau astronomi dan terdapat dalam kitab-kitab lama seperti TAJUL MULUK (mahkota raja),sehingga diharapkan  dapat menghasilkan tanaman dan buah-buahan yang berkualitas bagus.

B   1.      Bila kita lihat potensi alam pesisir Atjeh,terhampar tambak-tambak udang yang sudah di bangun kembali pasca Tsunami,mulai dari krueng raya, Atjeh besar sampai dengan A.timur.Oleh karena itu perlu didirikan beberapa pabrik pengolahan & pengalengan udang,yang dapat membeli  dan menampung serta memasarkan hasil-hasil petani tambak dan nelayan setempat,selain juga memberi penyuluhan,pembinaan dan bantuan lainnya kepada mereka,menurut ketentuan yang belaku.

              2. Di Atjeh juga terdapat satwa perikanan lokal yang sangat layak untuk di teliti dan dikembangkan dan saya yakin dapat memberikan nilai ekonomis,bila dikelola secara propesional,sebab hampir tidak ada persaingan pasar,Misalnya : Engkot Luloh (sejenis ikan salmon) yang apabila bertelur maka telur yang menyatu dengan badan nya,hampir dua kali lipat ukuran badan ikan itu sendiri,ikan ini antara lain terdapat  di sungai air tawar lamno Atjeh jaya dan rasa nya sangat gurih serta lezat.

              Demikian juga dengan udang besar (Lobster darat) jika sudah dewasa mempunyai berat lebih dari satu  kg per ekornya,dalam bahasa Atjeh disebut udeng galah / udeng tima, yang habitat nya antara lain di krueng Atjeh (sungai Atjeh) begitu juga dengan belut besar, (bahasa Atjeh disebut lije,ileeh) jika sudah dewasa mempunyai ukuran paha orang dewasa,dll.Jika kita kerumah makan padang di pulau jawa, kita sering melihat belut seukuran jari tangan,namun ternyata di Atjeh mempunyai ukuran raksasa yang sangat gurih dan lezat rasanya,dan ini semua dapat menghasilkan nilai jual tinggi bila dikelola secara propesional.

              Selama ini masyarakat tani dan tambak serta  nelayan di Atjeh, Banyak diberi bantuan dari berbagai jenis pendanaan, akan tetapi jarang sekali ada perusahaan yang dapat menampung dan memasarkan langsung hasil-hasil pertanian dan perikanan, sehingga produsen harus memasarkan sendiri keluar daerah, atau menjual ke Agen-agen penampung yang jelas-jelas sangat merugikan pendapatan yang seharusnya mereka terima.

              Oleh karena itu sangat perlu dihadirkan perusahaan-perusahaan Bonafit, yang berfungsi selain memberi bantuan dan pembinaan kepada para petani dan nelayan, juga dapat menampung dan memasarkan hasil-hasil pertanian dan perikanan mereka.

         III.      POTENSI FAUNA ATJEH

     Di Nanggroe Atjeh,banyak terdapat hewan-hewan khas yang sangat perlu diteliti dan dikembangkan  menjadi suatu komoditi ekonomi yang sangat bermanfaat bagi menunjang pendapatan mayarakat.misalnya :

-       pembiakan dan penggemukan sapi dan kambing species Atjeh yang rasa daging nya sangat lezat dan gurih

-       pembiakan dan pengembangan kura-kura gunung yang dalam bahasa Atjeh disebut lantui atau baneng glee,ukuran binatang itu bila sudah dewasa  bisa mencapai lebih dari 500 kg per ekor nya,habitat nya terlertak di pegunungan Atjeh barat-selatan dan sering dijadikan konsumsi makanan bagi penduduk setempat,sepengetahuan saya satwa species purba ini hanya terdapat di kepulauan GALAPAGOS-FIJI dan di Atjeh Darussalam

-       Pembiakan  dan pengembangan burung-burung khas Atjeh       seperti :Gereupouk tampi (sejenis burung garuda atau elang besar),beurejuk balee (cucak rawa species Atjeh),cempala rimung,cempala kuneng,dan sebagai nya.

   

IV. POTENSI INDUSTRI DAN PARIWISATA

              Dalam rangka mengembangkan potensi Industri dan parawisata yang berciri khas Atjeh,sangat perlu dilakukan langkah-langkah antara lain

1.      perlu digali dan dikembangkan motif-motif tenunan dan kerajinan  serta ukiran-ukiran khas Atjeh yang beraneka ragam dan coraknya,dan kemudian dibukukan menurut letak dan proposinya.          Misalnya:

·        Ada buku panduan seni motif Atjeh khusus dan sesuai dituangkan dalam tenun dan rajutan kain.

·        Buku panduan khusus untuk motif ukiran dan prabotan

·        Buku panduan khusus motif kerajinan emas dan perak dll

 

              Sehingga  diharapkan motif-motif khas Atjeh tidak salah dalam penempatannya dan berkembang secara proposional,kemudian buku-buku tersebut dipatenkan dan diserahkan kepada para perajin menurut keahliannya,sekaligus dilakukan pembinaan-pembinaan dalam mengembangkan produknya.

              Selama ini motif-motif khas Atjeh,kebanyakan di adopsi dari rumah rumah adat, namun sebenarnya  dapat di ambil dan di kembangkan dari situs-situs purbakala Atjeh, seperti  : motif yang terdapat pada kuburan RATU NAHRITSYAH  di pasai dan motif-motif kuburan lain nya,juga dari motif-motif gagang dan sarung senjata tradisional Atjeh seperti : Siwah, Pedang, Rincong yang masing-masing daerah TK II mempunyai corak ragamnya sendiri sendiri,demikian juga dengan motif-motif pernak pernik hiasan emas dan perak kuno yang banyak terdapat  di musium-musium, dalam juz tengah Al-Quran tulisan tangan terdapat berbagai motif “Pinto Atjeh” asli dan bebagai motif khas juga ada pada kitab-kitab kuno tulisan tangan lain nya,demikian juga pemandangan alam dan kesenian rakyat Atjeh dapat menambah kontribusi corak ragam motif/ornamen khas Atjeh yang dapat dituangkan dalam berbagai Media Seni.

 

2.      Sangat perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan dikalangan Usahawan guna memperkenalkan berbagai ragam masakan dan kue-kue khas Atjeh keluar daerah,misalnya : kanji rumbi (bubur khas Atjeh),timphan, kari,roti cane,cinkhui (sejenis agar agar yang terdapat di daerah Lamno Atjeh Jaya) dan 44 macam masakan Atjeh lain nya yang terdapat pada berbagai daerah TK II.berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu di bukukan dan di patenkan guna di pelajari dan dikembangkan oleh pengusaha-pengusaha masakan khas.

3.      Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah untuk menterjemahkan dan mencetak serta mempopulerkan berbagai kitab kuno yang terkenal,seperti : Kitab Bustanussalatin (taman Sultan),Qanun Al-‘Asyi (peraturan pemerintahan kerajaan Atjeh ),Tajul Muluk (mahkota Raja),dll,guna memperkenalkan kearifan Atjeh,sekaligus mengundang perhatian para ahli ke daerah ini.demikian juga perlu diterjemahkan dan di teliti serta dikembangkan kitab-kitab obat karangan para tabib Atjeh dahulu,yang sangat bermanfaat guna memperkenalkan kearifan Atjeh dibidang kedokteran,khusus nya tanaman-tanaman obat.kitab-kitab tersebut masih terdapat dalam bahasa aslinya  di perpustakaan meusium negeri Atjeh dan di tempat lain nya

4.      Lembaga purbakala dan lembaga kebudayaan Atjeh sangat perlu merehab dan melestarikan situs-situs purbakala Atjeh,sekaligus mempopulerkan nya.diantaranya :

a)       kuburan putroe phang  (putri pahang) yang menurut keterangan beberapa sumber Ahli, sekarang masih terkubur di bawah gedung Baperis (dekat meligou Atjeh) dan belum tersentuh renovasi sama sekali,padahal situs budaya ini penuh dengan motif ornamen khas Atjeh dan sangat spesifik.

b)       Kuburan Maha Raja Laila yang seolah olah terletak di atas kolam,jalan Blang Bintang dekat dengan pesantren ulee titi A.Besar.

c)       Kuburan Syeh Abdullah Kan’an (tgk.Lampeune’en),menurut sejarah, beliau adalah pembawa risalah agama Islam yang pertama dan bibit lada ke A.Besar (Abad 12 Masehi),kuburan ini terletak di gampong  Lampeune’en dekat Cot Gu kecamatan  Darul Imarah A.Besar,sekarang dalam kondisi kurang terawat.

d)       Kuburan tgk.Diweung, nama kecil nya meurah johan,yang digelar sebagai Sultan Alaidin johansyah,beliau menurut sejarah adalah pendiri kerajaan Islam pertama di Atjeh Besar sekarang, bernama kerajaan DARUSSALAM (Tahun 1205 M).terletak dibukit mamprei dekat sibreh A.Besar

e)       Kuburan putri Blieng Indra Keusuma yang terkenal dengan Eumpee blieng,beliau adalah istri pertama Sultan Alaidin johansyah,dan berbagai situs-situs purbakala lainnya.

 

KESIMPULAN

1.          Otoritas gampong dalam rangka menciptakan gampong mandiri perlu segera dilakukan, sekaligus dengan pembenahan dan pembangunan infrastruktur.

2.          Pemberdayaan sektor pertanian dan perikanan dengan mengandalkan potensi lokal harus segera ditingkatkan, dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat (sebab hampir 90% penduduk Aceh bermata pencaharian utama di sektor ini). Kemudian dibentuk sentra-sentra ekonomi guna menampung dan memasarkan hasil-hasil pertanian, perikanan dan kerajinan rakyat lainnya.

3.          Promosi terhadap Boynah Endatu (peninggalan leluhur), baik di bidang tulisan, makanan dan ukiran serta peninggalan-peninggalan lainnya harus segera dilaksanakan, sekaligus mencari peluang pasar di tingkat nasional maupun internasional.

              Demikianlah sekelumit pemikiran tentang kearifan Atjeh yang berkaitan dengan penggalian dan pemberdayaan potensi lokal yang berbasis budaya dan bernilai ekonomis. Sebenarnya masih sangat banyak potensi-potensi lokal Atjeh yang bernilai ekonomis  dan harus dikaji serta dikembangkan guna membangun dan memakmurkan masyarakat Nanggroe Atjeh Darussalam.perkenankan saya menutup tulisan ini dengan sebuah pepatah lama (Hadih Maja)

 

 

“Jujur dan Amanah itulah pangkal,

Akal yang bermanfaat adalah laba,

Jangan sampai lupa pangkal, dalam mencari laba,

sebab perbuatan demikian, dekat sekali dengan binasa”.



Sumber, MUHAMMAD IQBAL LAMBHUK 2008

 


Blogged with the Flock Browser